LABORATORIUM HIDROLIKA

Laboratorium hidrolika merupakan salah satu laboratorium dasar yang ada di Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.

LABORATORIUM HIDROLIKA

Laboratorium hidrolika merupakan salah satu laboratorium dasar yang ada di Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.

Kegiatan Praktikum

Kegiatn Praktikum dilakukan di Laboratorium Hidrolika

APLIKASI SOFTWARE

Penerapan Software dalam menunjang kegiatan Penelitian

Laboratorium Hidrolika

Pengujian Model Pemecah Gelombang

Jumat, 22 Januari 2016

Penerapan Sumur Resapan Pada Kawasan Perkantoran

Air tanah merupakan sumber air yang sangat penting bagi makhluk hidup. Air tanah tersebut tersimpan dalam lapisan yang disebut akuifer. Akuifer merupakan sumber air tanah yang sangat penting. Akuifer tersebut dapat dijumpai pada dataran pantai, daerah kaki gunung, lembah antar pegunungan, dataran aluvial dan daerah topografi karst.
Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur resapan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sumur resapan adalah: 
  1. Dapat menambah jumlah air tanah.
  2. Mengurangi jumlah limpasan. Infiltrasi diperlukan untuk menambah jumlah air yang masuk kedalam tanah dengan demikian maka fluktuasi muka air tanah pada waktu musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam.
     Adanya sumur resapan akan memberikan dampak berkurangnya limpasan permukaan. Air hujan yang semula jatuh keatas permukaan genteng tidak langsung mengalir ke selokan atau halaman rumah tetapi dialirkan melalui seng terus ditampung kedalam sumur resapan. Akibat yang bisa dirasakan adalah air hujan tidak menyebar ke halanman atau selokan sehingga akan mengurangi terjadinya limpasan permukaan.

       Pemasangan sumur resapan dapat dilakukan dengan model tunggal dan komunal. Maksud sumur resapan model tunggal adalah satu sumur resapan digunakan untuk satu rumah, sedangkan yang komunal satu sumur resapan digunakan secara bersama-sama untuk lebih dari satu rumah.Secara umum ketersediaan air di Indonesia masih aman. Diperkirakan sampai tahun 2000 kebutuhan air hanya 15 % dari air yang tersedia. Namun imbangan tersebut tidak terdistribusi secara  merata  di  setiap  tempat  di  Indonesia,  mengingat  faktor  demografi maupun  perbedaan karakter hidrologi. Pulau Jawa dan Madura, misalnya, pada tahun 1980 telah mencapai suatu keadaan dimana kebutuhan dan ketersediaan air seimbang, bahkan saat sekarang ( 1998 ) sudah terjadi ketimpangan yaitu kebutuhan 1,5 kali air tersedia

      Pembangunan perkotaan pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk di daerah perkotaan itu sendiri. Akan tetapi pembangunan tersebut membawa dampak negatif yang antara lain berupa semakin berkurangnya daerah terbuka yang berfungsi sebagai daerah peresapan air, timbulnya pemukiman-pemukiman ilegal di sepanjang saluran / sungai, lahan yang ambles (land subsidence) karena pengambilan air tanah (discharge) yang melebihi besarnya imbuhan air tanah  (recharge),  ataupun  intrusi  air  laut  yang  disebabkan  oleh  pengambilan  air  tanah  yang melebihi recharge.
Mengingat teknik konservasi dan pola penggunaan air serta pertambahan penduduk tidak dapat diciptakan dalan waktu yang singkat, maka pemikiran ke arah tersebut perlu segera ditangani secara dini.

A.Pengendalian Limpasan Air Di Daerah Perkotaan
Konsep lama dalam penanganan drainase perkotaan adalah mengusahakan agar air cepat dialirkan ke bagian hilir dari daerah yang tergenang dan akhirnya dibuang ke sungai, waduk ataupun laut. Konsekuensi dari penerapan konsep tersebut adalah pemborosan sumber daya air yang sangat berharga. Untuk kota-kota metropolitan yang sudah sangat padat dan investasi di dalam kota sudah sangat tinggi, pemerintah daerah setempat terpaksa harus membuat reservoir bawah tanah di beberapa tempat yang biayanya sangat mahal.

        Dorongan untuk menyesuaikan konsep penanganan tersebut makin besar setelah sebagian masyarakat sadar bahwa air di daerah perkotaan merupakan sumber daya yang semakin lama dirasakan semakin langka sehingga perlu dilestarikan. Pengendalian limpasan air hujan merupakan salah satu cara untuk melestarikan air hujan yang jatuh di daerah perkotaan.

        Pengendalian limpasan air dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu cara “retensi” dan “infiltrasi”.    Cara retensi dibagi menjadi dua macam, yaitu “off site retention”, misalnya pembuatan kolam atau waduk dan “on site retention”, misalnya retensi pada atap bangunan, taman, tempat parkir, lapangan terbuka, halaman rumah.
           Cara “infiltrasi” yaitu dengan pembuatan imbuhan buatan pada area tertentu yang bentuknya berupa sumur resapan, parit resapan, wilayah resapan, perkerasan yang lolos air. Namun dalam hal ini harus ada persyaratan bahwa air yang diinfiltrasikan tidak boleh air yang sudah tercemar.
            Di  negara-negara  maju  cara  infiltrasi  dalam  rangka  penyempurnaan  sistem  drainase perkotaan  menjadi  obyek  riset  para  peneliti  di  lingkungan  perguruan  tinggi  dan  instansi pemerintah.  Sektor  industri  konstruksi  Jepang,  misalnya,  telah  mendukung  pengalakan  cara infiltrasi dengan membuat produk baru berupa “pipa beton porous”. Efektifitas infiltrasi tergantung dari permeabilitas tanah dan kedalaman permukaan air tanah. Menurut penelitian di Jepang oleh Yasuhiko Wada dan Hiroyuki Miura diperoleh kesimpulan bahwa bila kedalaman permukaan air tanah berada di sekitar 1 meter dari dasar bangunan atau fasilitas infiltrasi, maka kapasitas infiltrasi masih dipengaruhi oleh kedalaman permukaan air tanah.

 B.. Sistem Drainase Yang Berwawasan Lingkungan
         Berbagai  usaha  telah  dilaksanakan  dalam  rangka  konservasi  sumber  daya  air  seperti reboisasi, terasering, teknik bertanam yang baik, penanganan daerah aliran sungai. Namun satu hal yang masih belum dilaksanakan adalah usaha meresapkan air hujan secara buatan ke dalam tanah yang  dikenal  sekarang  dengan  istilah  “Sistem  Drainase  yang  Berwawasan Lingkungan” atau SDBL.

       Penerapan SDBL pada daerah perkotaan dikenal dengan “Sistem Drainase Perkotaan yang Berwawasan  Lingkungan”  atau  SDPDL.  Prinsip  dasar  dari  SDPDL  adalah  mengendalikan kelebihan air permukaan sedemikian rupa sehingga air limpasan dapat mengalir secara terkendali dan lebih banyak mendapat kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Dengan debit pengaliran yang terkendali dan semakin bertambahnya air hujan yang dapat meresap ke dalam tanah, maka kondisi air tanah akan semakin baik dan dimensi bangunan prasarana drainase perkotaan dapat direncanakan dengan lebih efisien.
Pendekatan Dasar SDPBL ditinjau dari :
              Pelaksanaan SDPBL dapat dilakukan oleh masyarakat secara individu atau kelompok atau oleh pemerintah. Pembuatan sumur resapan atau retensi pada halaman rumah dapat dilakukan oleh pemilik rumah yang bersangkutan. Pembuatan waduk/kolam, tandon retensi pada lapangan terbuka atau pada lapangan parkir di daerah permukiman atau perkantoran dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat setempat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan SDPBL memerlukan pengertian dan kesadaran masyarakat dan aparatur pemerintah.
            Penerapan SDPBL dapat dimulai pada pembangunan kawasan permukiman, perkantoran, atau industrial estate baru dengan mewajibkan developer untuk membuat berbagai macam retensi ( misalnya kolam atau waduk ) atau infiltrasi (misalnya sumur atau parit resapan). Biaya pembangunan fasilitas retensi dan infiltrasi tersebut dapat di kompensasi dengan pengurangan penggunaan  lahan.  Dengan  demikian  sumber  air  tanah  akan  terpelihara  dan  kawasan  akan bertambah asri.

    C.Pengertian Sumur Resapan
             Sumur resapan berfungsi memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran  lokasi adalah daerah peresapan air  di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas umum lainnya.

    D.Manfaat Sumur Resapan
    1.   Mengurangi aliran permukaan  sehingga dapat mencegah / mengurangi terjadinya banjir dan genangan air.
    2.    Mempertahankan dan meningkatkan tinggi permukaan air tanah.
    3.    Mengurangi erosi dan sedimentasi
    4.    Mengurangi / menahan intrusi air laut  bagi daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai
    5.    Mencegah penurunan  tanah (land subsidance)
    6.    Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.





    Sumber>>>berbagai sumber

    Osborne Reynolds - Penemu Bilangan Tak Berdimensi

    Osborne Reynolds adalah seorang inovator terkemuka dalam pemahaman tentang dinamika fluida. Secara terpisah, penelitian tentang perpindahan panas antara padatan dan cairan membawa perbaikan dalam boiler dan desain kondensor. Ia menghabiskan seluruh karirnya di University of Manchester.


    Kehidupan
    Osborne Reynolds lahir pada 23 Agustus 1842 di Belfast, Irlandia. Ayahnya bekerja sebagai kepala sekolah. Sang ayah mengambil sejumlah paten untuk perbaikan peralatan pertanian. Osborne Reynolds mengenyam pendidikan di Queens 'College, Cambridge dan lulus pada tahun 1867. Pada tahun 1868 ia diangkat sebagai profesor teknik di Owens College di Manchester (sekarang University of Manchester ), ia menjadi salah satu profesor pertama dalam sejarah universitas di Inggris untuk memegang gelar "Profesor Teknik".
           Sebelum masuk universitas, Reynolds sempat magang di bengkel Edward Hayes, seorang pembuat kapal terkenal di Stony Stratford, di sana ia memperoleh pengalaman praktis dalam pembuatan kapal uap pesisir (di sinilah ia memperoleh pemahaman tentang dinamika fluida). Setelah lulus dari Cambridge ia kembali ikut mendirikan pos dengan sebuah perusahaan teknik, kali ini sebagai insinyur sipil terrlatih di London ( Croydon ) sistem transportasi limbah.
           Reynolds tetap di Owens College untuk sisa karirnya - pada tahun 1880 perguruan tinggi menjadi sebuah perguruan tinggi konstituen yang baru didirikan Victoria University. Dia dipilih menjadi mahasiswa Fellow di Royal Society pada tahun 1877 dan dianugerahi Royal Medal pada tahun 1888. Dia pensiun pada tahun 1905.

    Mekanika fluida
          Reynold dikenal karena penelitiannya tentang kondisi aliran fluida di dalam pipa transisi, dari aliran laminar ke aliran turbulen. Dari penelitian itulah akhirnya dia menemukan “Bilangan Reynold” (bilangan tak berdimensi) yang sekarang dipakai untuk membedakan apakah suatu aliran fluida itu merupakan aliran laminar, transisi, atau turbulen.
           Publikasi penelitiannya tentang dinamika fluida dimulai sejak awal tahun 1870-an dan model teori akhirnya dipublikasikan pada pertengahan tahun 1890-an. Osboren Reynolds meraih penghargaan “Royal Medal” pada tahun 1888, di Notable awards.


    Bilangan Reynolds
         Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang dapat membedakan suatu aliran itu dinamakan laminar, transisi atau turbulen.

    V   kecepatan (rata-rata) fluida yang mengalir (m/s)
    D adalah diameter dalam pipa (m)
    ρ  adalah masa jenis fluida (kg/m3)
    µ  adalah viskositas dinamik fluida (kg/m.s) atau (N. det/ m2)

    Dilihat dari kecepatan aliran, menurut (Mr. Reynolds) diasumsikan/dikategorikan :
    • Aliran laminer, dengan Re < 2300.
    • Aliran turbulen, dengan Re > 4000
    • Aliran transisi, dengan Re diantara 2300 dan 4000 (bilangan Reynolds kritis).

    Pekerjaan lain 
           Reynolds menerbitkan sekitar tujuh puluh sains dan laporan penelitian teknik. Ketika menjelang akhir karirnya tersebut diterbitkan sebagai koleksi mereka mengisi tiga jilid. Daerah yang dibahas selain dinamika fluida adalah: termodinamika, teori kinetik gas, kondensasi uap, sekrup-baling-jenis propulsi kapal, jenis turbin propulsi kapal, rem hidrolik, pelumasan hidrodinamik, dan peralatan laboratorium untuk pengukuran yang lebih baik dari Joule setara mekanik panas.


    Meninggal dunia

    Reynolds meninggal pada tahun 1912 pada usia 69 tahun di Watchet, Somerset, Innggris.
    (Sumber: Osborne Reynolds)